Rabu, 29 Juli 2020

BahanAjarKelas 6 QURDIS KE 1 DAN 2 -MEMAHAMI ISI KANDUNGAN SURAH AD-DUHÂ



AL-QUR`AN HADITS (SURAT AD-DHUHA)

Surat Ad-Dhuha



وَالضُّحٰىۙ
1.      Demi waktu dhuha (ketika matahari naik sepenggalah),
وَالَّيۡلِ اِذَا سَجٰىۙ
2.      Dan demi malam apabila telah sunyi,
مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلٰىؕ‏
3.      Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak (pula) membencimu,
وَلَـلۡاٰخِرَةُ خَيۡرٌ لَّكَ مِنَ الۡاُوۡلٰىؕ
4.      Dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu dari yang permulaan.
وَلَسَوۡفَ يُعۡطِيۡكَ رَبُّكَ فَتَرۡضٰىؕ
5.      Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas.
اَلَمۡ يَجِدۡكَ يَتِيۡمًا فَاٰوٰى
6.      Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi(mu),
وَوَجَدَكَ ضَآ لًّا فَهَدٰى
7.      Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk,
وَوَجَدَكَ عَآٮِٕلًا فَاَغۡنٰىؕ
8.      Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.
فَاَمَّا الۡيَتِيۡمَ فَلَا تَقۡهَرۡؕ
9.      Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang.
وَاَمَّا السَّآٮِٕلَ فَلَا تَنۡهَرۡؕ
10.  Dan terhadap orang yang meminta-minta janganlah engkau menghardik(nya).
وَاَمَّا بِنِعۡمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثۡ
11.  Dan terhadap nikmat Tuhanmu hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur).




MEMAHAMI ISI KANDUNGAN SURAH AD-DUHÂ

1.  Dalam ayat-ayat ini, Allah bersumpah dengan dua macam tanda-tanda kebesaran-Nya, yaitu dhuha (waktu matahari naik sepenggalah) bersama cahayanya dan malam beserta kegelapan dan kesunyiannya, bahwa Dia tidak meninggalkan Rasul-Nya, Muhammad, dan tidak pula memarahinya, sebagaimana orang-orang mengatakannya atau perasaan Rasulullah sendiri.
2.  Dalam ayat-ayat ini, Allah bersumpah dengan dua macam tanda-tanda kebesaran-Nya, yaitu dhuha (waktu matahari naik sepenggalah) bersama cahayanya dan malam beserta kegelapan dan kesunyiannya, bahwa Dia tidak meninggalkan Rasul-Nya, Muhammad, dan tidak pula memarahinya, sebagaimana orang-orang mengatakannya atau perasaan Rasulullah sendiri.
3.  Dalam ayat-ayat ini, Allah bersumpah dengan dua macam tanda-tanda kebesaran-Nya, yaitu dhuha (waktu matahari naik sepenggalah) bersama cahayanya dan malam beserta kegelapan dan kesunyiannya, bahwa Dia tidak meninggalkan Rasul-Nya, Muhammad, dan tidak pula memarahinya, sebagaimana orang-orang mengatakannya atau perasaan Rasulullah sendiri.
4.  Dalam ayat ini, Allah mengungkapkan sesuatu yang melapangkan dada Nabi saw dan menenteramkan jiwanya, bahwa keadaan Nabi dalam kehidupannya di hari-hari mendatang akan lebih baik dibandingkan dengan hari-hari yang telah lalu. Kebesarannya akan bertambah dan namanya akan lebih dikenal. Allah akan selalu membimbingnya untuk mencapai kemuliaan dan untuk menuju kepada kebesaran.
Seakan-akan Allah mengatakan kepada Rasul-Nya, "Apakah engkau kira bahwa Aku akan meninggalkanmu? Bahkan kedudukanmu di sisi-Ku sekarang lebih kukuh dan lebih dekat dari masa yang sudah-sudah."
Janji Allah kepada Nabi Muhammad terus terbukti karena sejak itu nama Nabi saw semakin terkenal, kedudukannya semakin bertambah kuat, sehingga mencapai tingkat yang tidak pernah dicapai oleh para rasul sebelumnya. Allah telah menjadikan Nabi Muhammad sebagai rahmat, petunjuk, dan cahaya untuk seluruh alam dan seluruh hamba-Nya. Allah menjadikan cinta kepada Nabi Muhammad termasuk cinta kepada-Nya juga; mengikuti Nabi dan mematuhinya adalah jalan untuk memperoleh nikmat-nikmat-Nya, serta menjadikan umat Nabi sebagai saksi-saksi untuk manusia seluruhnya. Nabi saw sendiri telah menyiarkan agama Allah sesuai dengan kehendak-Nya sehingga sampai ke pelosok-pelosok dunia.
Ini adalah suatu kebesaran yang tiada bandingnya, suatu keunggulan yang tiada taranya, dan suatu kemuliaan yang tidak ada yang dapat mengimbanginya. Semua itu adalah anugerah Allah yang diberikan kepada orang yang dikehendaki-Nya.

5.  Dalam ayat ini, Allah menyampaikan berita gembira kepada Nabi Muhammad, bahwa Dia akan terus-menerus melimpahkan anugerah-Nya kepada beliau, sehingga beliau menjadi senang dan bahagia. Di antara pemberian-Nya itu ialah turunnya wahyu terus-menerus setelah itu sebagai petunjuk bagi Nabi saw dan umatnya untuk mendapat kebahagiaan hidup di dunia dan hari akhirat. Dia akan memenangkan agama yang dibawa Nabi Muhammad atas seluruh agama lainnya dan Dia akan mengangkat kedudukannya di atas kedudukan manusia seluruhnya.
6.  Dalam ayat ini, Allah mengingatkan nikmat yang pernah diterima Nabi Muhammad dengan mengatakan, "Bukankah engkau hai Muhammad seorang anak yatim, tidak mempunyai ayah yang bertanggung jawab atas pendidikanmu, menanggulangi kepentingan serta membimbingmu, tetapi Aku telah menjaga, melindungi, dan membimbingmu serta menjauhkanmu dari dosa-dosa perilaku orang-orang Jahiliah dan keburukan mereka, sehingga engkau memperoleh julukan Manusia sempurna."
Nabi saw hidup dalam keadaan yatim karena ayahnya meninggal dunia sedangkan ia masih dalam kandungan ibunya. Ketika lahir, Allah memelihara Muhammad saw dengan cara menjadikan kakeknya, Abdul Muththalib, mengasihi dan menyayanginya. Nabi Muhammad berada dalam asuhan dan bimbingannya sampai Abdul Muththalib wafat, sedang umur Nabi ketika itu delapan tahun. Dengan meninggalnya Abdul Muththalib, Nabi Muhammad menjadi tanggungan paman beliau, Abu thalib, berdasarkan wasiat dari Abdul Muththalib. Abu thalib telah mengerahkan semua perhatiannya untuk mengasuh Nabi saw, sehingga beliau meningkat dewasa dan diangkat menjadi rasul. Setelah Muhammad diangkat menjadi rasul, orang-orang Quraisy memusuhi dan menyakitinya, tetapi Abu thalib terus membelanya dari semua ancaman orang musyrik hingga Abu thalib wafat.
Dengan wafatnya Abu thalib, bangsa Quraisy mendapat peluang untuk menyakiti Nabi dengan perantaraan orang-orang jahat di kalangan mereka yang menyebabkan beliau terpaksa hijrah.
Betapa hebatnya penggemblengan Allah dan asuhan-Nya terhadap Nabi Muhammad. Biasanya keyatiman seorang anak menjadi sebab kehancuran akhlaknya karena tidak ada pengasuh dan pembimbing yang bertanggung jawab. Apalagi suasana dan sikap penduduk Mekah lebih dari cukup untuk menyesatkan Nabi saw. akan tetapi, perlindungan Allah yang sangat rapi dapat mencegah beliau menemani mereka. Dengan demikian, jadilah beliau seorang pemuda yang sangat jujur, terpercaya, tidak pernah berdusta, dan tidak pernah berlumur dengan dosa orang-orang Jahiliah.

7.  Dalam ayat ini, Allah mengungkapkan, bahwa Dia mendapatkan Nabi Muhammad dalam keadaan tidak mengerti tentang syariat dan tidak mengetahui tentang Al-Qur'an. Kemudian Allah memberikan petunjuk kepadanya.
Hal yang sangat membingungkan Nabi Muhammad adalah apa yang dilihatnya di kalangan bangsa Arab sendiri tentang kerendahan akidah, kelemahan pertimbangan disebabkan pengaruh dugaan-dugaan yang salah, kejelekan amal perbuatan, dan keadaan mereka yang terpecah-belah dan suka bermusuhan. Mereka menuju kepada kehancuran karena memakai orang-orang asing yang leluasa bertindak di kalangan mereka yang terdiri dari bangsa Persi, Habsyi, dan Romawi.
Jalan apakah yang harus ditempuh untuk membetulkan akidah-akidah mereka, membebaskan mereka dari pengaruh adat istiadat yang buruk itu, dan cara bagaimana yang harus dijalankan untuk membangunkan mereka dari tidur yang nyenyak itu?
Umat-umat nabi lain pun tidak lebih baik keadaannya daripada umatnya. Tetapi walaupun begitu, Allah tidak membiarkan Nabi Muhammad menjalankan dakwah tanpa bantuan-Nya. Allah bahkan memberikan wahyu yang menjelaskan kepadanya jalan yang harus ditempuh dalam usaha memperbaiki keadaan kaumnya. Allah berfirman:

Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) ruh (Al-Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya engkau tidaklah mengetahui apakah Kitab (Al-Qur'an) dan apakah iman itu, tetapi Kami jadikan Al-Qur'an itu cahaya, dengan itu Kami memberi petunjuk siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. (asy-Syura/42: 52)

8.  Dalam ayat ini, Allah menyatakan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang yang miskin. Ayahnya tidak meninggalkan pusaka baginya kecuali seekor unta betina dan seorang hamba sahaya perempuan. Kemudian Allah memberinya harta benda berupa keuntungan yang amat besar dari memperdagangkan harta Khadijah dan ditambah pula dengan harta yang dihibahkan Khadijah kepadanya dalam perjuangan menegakkan agama Allah.
Dari keterangan-keterangan tersebut di atas, sesungguhnya Allah mengatakan kepada Nabi Muhammad bahwa Dialah yang memeliharanya dalam keadaan yatim, menghindarkannya dari kebingungan, dan menjadikannya berkecukupan. Allah tidak akan meninggalkan Nabi Muhammad selama hidupnya.

9.  Sesudah menyatakan dalam ayat-ayat terdahulu tentang bermacam-macam nikmat yang diberikan kepada Nabi Muhammad, maka pada ayat ini, Allah meminta kepada Nabi-Nya agar mensyukuri nikmat-nikmat tersebut, serta tidak menghina anak-anak yatim dan memperkosa haknya.
Sebaliknya, Nabi Muhammad diminta mendidik mereka dengan adab dan sopan-santun, serta menanamkan akhlak yang mulia dalam jiwa mereka, sehingga mereka menjadi anggota masyarakat yang berguna, tidak menjadi bibit kejahatan yang merusak orang-orang yang bergaul dengannya. Nabi Muhammad bersabda:
Aku (kedudukanku) dan orang yang mengasuh anak yatim di surga (sangat dekat), seperti dua ini (dua jari, yaitu telunjuk dan jari tengah).(Riwayat at-Tirmidhi dari Sahl bin Sa'ad)

Barang siapa yang telah merasa kepahitan hidup dalam serba kekurangan maka selayaknya ia dapat merasakan kepahitan itu pada orang lain. Allah telah menghindarkan Nabi Muhammad dari kesengsaraan dan kehinaan, maka selayaknya Nabi memuliakan semua anak yatim sebagai tanda mensyukuri nikmat-nikmat yang dilimpahkan Allah kepadanya.

10.  Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad agar orang-orang yang meminta sesuatu kepadanya jangan ditolak dengan kasar dan dibentak, malah sebaliknya diberi sesuatu atau ditolak secara halus. Ada pendapat bahwa yang dimaksud dengan kata as-sa'il adalah orang yang memohon petunjuk, maka hendaknya pemohon ini dilayani dengan lemah lembut sambil memenuhi permohonannya.
11.  Dalam ayat ini, Allah menegaskan lagi kepada Nabi Muhammad agar memperbanyak pemberiannya kepada orang-orang fakir dan miskin serta mensyukuri, menyebut, dan mengingat nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepadanya. Menyebut-nyebut nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada kita bukanlah untuk membangga-banggakan diri, tetapi untuk mensyukuri dan mengharapkan orang lain mensyukuri pula nikmat yang telah diperolehnya. Dalam sebuah hadis, Nabi saw mengatakan:
Orang yang tidak berterima kasih kepada manusia tidak mensyukuri Allah. (Riwayat Abu Dawud dan at-Tirmizi dari Abu Hurairah).

Kebiasaan orang-orang kikir sering menyembunyikan harta kekayaannya untuk menjadi alasan tidak bersedekah, dan mereka selalu memperdengarkan kekurangan. Sebaliknya, orang-orang dermawan senantiasa menampakkan pemberian dan pengorbanan mereka dari harta kekayaan yang dianugerahkan kepada mereka dengan menyatakan syukur dan terima kasih kepada Allah atas limpahan karunia-Nya itu.




MEMAHAMI ISI KANDUNGAN SURAH AD-DUHÂ

Sudahkah kalian mengetahui isi kandungan surah ad-Duhâ, baik ayat per ayat atau secara keseluruhan? ikuti penjelasan berikut ini. Surah ad-Duhâ terdiri dari 11 ayat. dan merupakan urutan surah ke-93 dalam al-Qur’an, Diturunkan sesudah surah Al-Fajar. Termasuk golongan surah Makkiyah karena turun di Makkah. Ad-Duhâ berarti waktu matahari sepenggalahan naik.
Adapun nama Ad-Duhâ diambil dari lafazh ad-Duhâ yang terdapat pada ayat pertama surah ini. Surah ad-Duhâ terletak setelah surah al-Lail dan sebelum surah al-Insyirah.
Surah ad-Duhâ turun berkaitan dengan masa-masa kekosongan yang sempat terhenti beberapa saat atau dikenal dengan istilah Fatratul Wahyi (masa-masa kekosongan turunnya wahyu). Hal itu menyebabkan orang-orang ka􀏐ir mengejek Nabi Muhammad dan menyebarkan isu bahwa Nabi Muhammad telah ditinggalkan oleh Allah. Dengan adanya isu tersebut Nabi Muhammad merasa sangat gelisah.
Beberapa saat kemudian Allah menurunkan Surah Ad- Duha untuk memberikan kabar gembira kepada Nabi Muhammad. Waktu Duha merupakan waktu yang menyenangkan. Pada waktu Duha burung-burung bernyanyi, panas matahari belum terlalu menyengat, udara terasa sejuk, dan orang-orang masih memiliki semangat yang tinggi untuk bekerja. Waktu duha menjadi gambaran bahwa surah ini memberikan kesejukan di hati Nabi Muhammad yang mengharapkan turunnya wahyu. Turunnya surah ini menjadi bukti bagi orang-orang kafir bahwa Allah tidak meninggalkan Nabi Muhammad.
Dari bukti tersebut bisa kita ambil hikmahnya, yaitu segala sesuatu itu tidak hanya mengalami kebahagiaan saja. Namun terkadang kita mengalami kesedihan. Seperti yang ada di dalam surat Ad-Dhuha, Allah mengenalkan ada waktu siang kemudian ganti waktu malam. Dari sinilah kita diajari oleh Allah tentang kehidupan yang tidak selamanya hidup di dunia itu bahagia, tapi kadang kala mengalami kesedihan.
Dari situlah kita bisa belajar sedikit-sedikit dalam menjalani kehidupan ini agar tidak mudah putus asa. Karena putus asa adalah sifatnya syetan.
Kembali ke konteks, mengenai anggapan orang kafir kalau Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad itu terlambat. Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad itu berdasarkan kebutuhan Nabi Muhammad bukan karena Allah benci kepada beliau, namun itu semua ada hikmahnya.[1] Bahkan Allah bersumpah demi waktu dhuha dan waktu malam bahwasannya Allah tidak meninggalkan ataupun membenci Nabi Muhammad.
Dalam ayat 1-3 Allah bersumpah dengan menggunakan dua waktu yaitu waktu Duhâ dengan cahayanya, dan waktu malam dengan kegelapan dan kesunyiaannya, untuk menyatakan bahwa Allah tidak meninggalkan Rasulnya (Muhammad), dan tidak pula memarahinya, sebagaimana perkataan orang-orang kafir atau perasaan Rasulullah sendiri.
Setiap keadaan pasti akan berubah sesuai dengan waktu yang telah ditentukan oleh Allah. Ada siang-ada malam, ada muda-ada tua dan seterusnya. Terus itu semua, apa yang akan kita lakukan terhadap perubahan-perubahan yang nyata seperti itu?. Kita sebagai manusia tentu telah dilengkapi oleh Allah berupa akal dan perasaan.
Akal kita gunakan untuk berfikir, mengapa Allah menciptakan pagi/siang dan malam, silih berganti waktu. Itu semua kita diperintah Allah untuk menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Karena waktu tidak akan kembali dengan keadaan yang sama. Namun waktu itu akan kembali dengan keadaan yang sudah berbeda dengan waktu yang sebelumnya.
Ayat ke-4 surah ad-Duhâ mengungkapkan keadaan Nabi di hari-hari yang akan datang akan lebih baik dari hari-hari yang telah lalu. Ayat ini juga memiliki maksud bahwa kehidupan di akhirat lebih utama daripada kehidupan di dunia.
Wajar, kita sedang di alam dunia tentu mencintai dunia ini. Namun ketahuilah, cinta dunia yang berlebihan akan menjerumuskan kita ke dalam api neraka. Cinta dunia yang tidak berlebihan, yang digunakan untuk bekal beribadah, justru akan bernilai barokah dunia yang kita miliki ini.
Kehidupan dunia ini hanyalah sementara, kehidupan yang sebenarnya adalah kelak di akhirat. Oleh karena itu hidup di dunia ini hanyalah untuk berladang amal kebaikan yang nantinya akan kita tuai di akhirat. Jika amal keburukan pun juga akan dituai di akhirat. Jika kita sebagai manusia yang normal tentu akan memilih amal kebaikan. Begitupun sebaliknya.
Pada ayat ke-5 Allah menyampaikan berita gembira kepada Nabi Muhammad bahwa Allah terus menerus melimpahkan karunia-Nya kepada beliau, sehingga beliau menjadi senang dan bahagia. Diantara karunia itu adalah telaga al-Kautsar yang di kedua tepinya terdapat kubah-kubah dari mutiara dan dasarnya misik wangi. Disamping itu Allah memberikan karunia kepada beliau berupa hak untuk memberikan syafaat kepada umatnya.
Rasulullah bersabda yang artinya: Keluarkan semua umat Nabi Muhammad dari api neraka walau dengan seberat biji zarrah pun keimanan, kebaikan dihati seseorang maka aku akan berikan kehidupan yang lebih mulia di akhirat.

Dalam Al-Qur’an Allah mengelompokkan manusia menjadi empat golongan, yaitu:
1.      1.  Golongan manusia yang Bahagia di Dunia tapi Celaka di Akhirat.
Mereka adalah orang-orang yang rajin beribadah (shalat, puasa, sedekah, haji, tahajud, dan lain-lain), tapi bukan untuk mencari ridlo Allah melainkan untuk tujuan dunia, pangkat, jabatan, riya.
           Sering kita temui di dunia milenial saat ini yang diiringi kecanggihan keilmuan dan teknologi sehingga mudah untuk berkomunikasi. Dengan kecanggihan teknologi tersebut, terkadang orang-orang menyalahgunakan dalam hal ibadah. Di saat selesai menjalankan amal baik atau akan melakukan amal baik kerap mengunggah atau meng-uploadnya di social media. Sehingga banyak orang yang melihat. Jika orang tersebut tidak kuat imannya, tentu akan terjerumus pada sifat riya` atau sum`ah, ingin dilihat oleh orang lain. Oleh karena itu, segala aktifitas kita sehari-hari hendaknya di mantapkan untuk mencari ridho Allah bukan yang lainnya. 

2.      2. Golongan manusia yang Bahagia di Akhirat tapi Sengsara di Dunia.
           Meraka orang-orang yang sabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah, konsisten dan konsekuen tidak meninggalkan agamanya dikala suka dan duka, disaat sempit maupun lapang, hingga meninggal dalam keadaan beriman.
          Manusia yang diuji oleh Allah terkadang mengeluh dan tidak jarang juga mereka yang tidak sabar dalam menghadapinya. Allah memberikan ujian kepada hamba-Nya pasti ada hikmahnya. Ketika diuji berusahalah untuk sadar kalau ujian tersebut diberikan oleh Allah yang nantinya ada hikmahnya. Dan berusaha untuk menguatkan imannya agar tidak goyah dalam menghadapinya. Hidup di dunia sifatnya hanya sementara, namun akhirat pasti abadi. Tetap fokus pada akhirat, tapi jadikan kehidupan dunia ini untuk lading akhirat kelak.
3.       
         3. Golongan manusia yang sengsara di Dunia dan sengsara di Akhirat.
       Meraka orang-orang yang tidak mau mengikuti para Rasul Allah bahkan ada yang mendustakannya. Kita sudah tahu kalau kehidupan dunia itu sifatnya sementara. Kehidupan akhirat sifatnya abadi. Jika ada manusia yang kedua-duanya mengalami kesengsaraan, tentu itu berawal dari kehidupan dunianya yang tidak didasari rasa iman kepada Allah dan Rasul-Nya. Kita masih menjalani hidup dan kehidupan di dunia ini, alangkah baiknya meningkatkan keimanan kita kepada Allah dan Rasul-Nya serta menjalani perintah dan menjauhi larangan-Nya demi mendapatkan ridho-Nya
       
       4. Golongan manusia yang Bahagia di Dunia dan Bahagia di Akhirat
          Meraka orang-orang yang beriman dan beramal shalih baik laki-laki maupun perempuan sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah.
Misi Rosulullah saat diutus oleh Allah tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang baik. Dari akhlak yang baik, kehidupan beragama dan bersosialpun akan menjadi baik. Akhlak kita kepada Allah sudah barang tentu selalu menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Berakhlak dalam bersosial dengan baik, tidak menyakiti orang lain, berlaku yang sopan dan tidak merusak fasilitas umum yang bermanfaat bagi orang lain.
            Dalam ayat ke-6, 7, dan 8 diceritakan masa lalu Nabi Muhammad adalah sebagai :
– Seorang yatim, karena ayahnya meninggal dunia ketika beliau masih dalamkandungan ibunya, kemudian Allah memberikan perlindungan melalui kakeknya dan pamannya untuk mengasuh dan melindunginya dari ancaman orang-orang kafir.
– Seorang yang bingung (bingung dalam mencari kebenaran karena beliau tidak mengetahui tentang syariat) yang saat itu bangsa Arab sangat rendah akhlaknya dan tidak benar aqidahnya (menyembah berhala), kemudian Allah memberikan petunjuk kepadanya
– Seorang yang kekurangan (miskin), di mana ayahnya tidak meninggalkan harta, kecuali seekor unta betina dan seorang hamba sahaya perempuan. Kemudian Allah memberinya harta benda berupa keuntungan yang amat besar dari memperdagangkan harta Khadijah dan ditambah dengan harta hibah dari Khadijah untuk memperjuangkan dan menegakkan Agama Islam.
          Ayat 9 dan 10, menjelaskan bahwa sesudah beliau mendapatkan bermacam-macam nikmat dari Allah (karunia yang besar, sebagai yatim dilindungi Allah, sebagai seorang yang bingung diberi petunjuk, dan sebagai seorang yang miskin diberi kecukupan), maka beliau diperintahkan untuk memiliki sikap kepedulian sosial kepada: anak yatim dan orang-orang yang meminta-minta baik orang yang meminta karena fakir/miskin maupun orang yang minta petunjuk. Untuk itu permintaan tersebut harus dilayani dengan lemah lembut, dan tidak boleh berkata kasar (menghardiknya).
             Dalam ayat ke-11, Allah menegaskan lagi kepada Nabi Muhammad agar memperbanyak pemberian kepada orang-orang fakir dan miskin serta mensyukuri, menyebut, dan mengingat nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepadanya. Menyebut-nyebut nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada kita bukanlah untuk membangga-banggakan diri, tetapi untuk mensyukuri dan mengharapkan orang lain mensyukuri pula nikmat yang telah diperolehnya.