Selasa, 31 Januari 2017

PESANKU UNTUKMU SAUDARA “MUZAYYIN, S.Pd.I”

Karena waktu dan jarak yang tidak memungkinkan untuk belum bisa bertatap muka, saya layangkan beberapa bait hikmah “dari rangkuman nasehat alm. Drs. KH. A Warits Ilyas” saat aku sowan pada waktu pulang pertama kali dari kaltim tahun 2008 :

Moh. Tamzi bersama alm. Drs. KH. A. Warits Ilyas
Beliau berpesan ke saya, “kamu kalau sudah ada di masyarakat hendaklah kamu lakukan, diantaranya :
1. Jaga nama baik almamatermu (PP. Annuqayah) dan semua lembaganya.
2. Jaga nama baik diri kamu sendiri. Jangan sampai melakukan hal-hal yg kurang baik, apa lagi yg tidak baik menurut ukuran orang lain bukan ukuranmu sendiri.
3. Lakukan apa yg kau ketahui, yg kau kuasai, yg kau mampu, yg kau bisa. Tapi tidak dalam ranah sok tahu, sok bisa dan sok-sok yg lainnya (jangan kedepankan Egomu.
4. Bertanyalah apa yg belum kau ketahui, yg blm kau kuasai dll. tapi tidak dalam ranah pura-pura gak tahu.

Poin ke 1 dan 2 itu,  beliau berulang kali mengingatkannya.
Pesan beliau “Jaga semua itu kalau kamu sudah di Masyarakat”.

Apalagi seperti kamu yang berstatus guru tugasan dari Annuqayah, berat sekali untuk memegang teguh pesan tersebut.
===
Ditulis oleh al-faqiir “Moh. Tamzi Ghazali” bedasarkan sisa ingatanku.

MAAF “MERASA BERSALAH ATAS PERBEDAAN YANG SAMA”

Sudah kuduga dari awal, suatu saat nanti pasti ada orang yang menegur/ mengkritikku karena sikap dan tindakanku yang berbeda. Ternyata betul adanya, ada beberapa orang mendatangiku dan menyampaikan kritik & tegurannya.
Suaasana keakraban dari suasana perbedaan

Anggaplah ini orangnya, Y = aku sendiri, X1 = org pertama, X2 org kedua, X3 = org ketiga, X4 = org keempat.

Ini percakapan diantara mereka denganku :
X1 : Kenapa bapak tidak ngomong ke saya untuk melakukan hal itu, isnyaallah akan saya bantu ?
Y     : Maaf, saya masih bisa berikhtiyar dan melakukan sendiri suatu pekerjaan. Lagi pula anda kan masih punya kesibukan juga, kenapa saya harus minta bantuan.
X2  : Kenapa bapak tidak segera menyampaikan hal itu, coba segera disampaikan insyaallah tidak serumit ini ?.
Y     : Maaf, saya lakukan ini karena saya memegang teguh pernyataan anda, “kalau anda akan fokus dengan tugas barumu sebagai ketua”.
X3  : Kenapa bapak kok menyembunyikan hal itu, coba bapak berterus terang mungkin tak ketinggalan robongan kami ?.
Y     : Maaf, saya lakukan ini karena kalau saya ada dengan kalian semua hanya punya 1 tujuan, khawatir anda tidak bisa fokus dengan tujuanmu karena tujuanku banyak bukan hanya 1.
X4  : Lantas, kenapa bapak melakukan semua yang tadi itu ?. “tercengang”.
Y     : Heemm, kenapa kalian semua kok tercengang, saya lakukan semua itu karena saya orang yang miskin harta.

“semua orang yang empat pada tambah tercengang sambil bisik-bisik diantara mereka”. Hhhahh,,,Hmmmmm”.

Y     : yaa, maksudnya begini. Namanya orang gak punya harta ya kan gak ada sesuatu yang mau diberikan kepada kalian, ya saya berusaha memberikan media atau jalan untuk kalian supaya bisa menikmati apa yang seharusnya kalian nikmati, toh yang merasakan kan kalian semua.

“mereka semua kompak mengatakan”, “terimaksih banyak bapak !”

Y     : Lhooooh,,,, kok berterima kasih ke saya, anda semua tadi bilang mau mengkritikku karena saya dianggap keliru ?
X1  : ia, karena bapak telah mengajariku arti tentang “lakukan sesuatu itu dengan STATUS DIRINYA SENDIRI”, bukan karena status tetangga, orang dekat, saudara ataupun stutus-status yang lain.
X2  : ia, karena bapak telah mengajariku arti tentang “pentingnya memegang sebuah prinsip serta punya komitmen”
X3  : ia, karena bapak mengajariku arti tentang “berpikir itu jangan hanya 1 sisi saja, tapi harus yang komprehenship serta multi-arah”.
X4  : ia, karena bapak mengajariku arti tentang “yang paling baik itu yang selalu bisa setiap saat memberi manfaat buat yang lain”.
Y     : Oo,,, begitu maksudnya ?.  jika itu semua dianggap baik, silahkan diambil. Jika itu tidak baik, buanglah jauh-jauh.

“mereka semua kompak mengatakan”, “Semua perbedaan belum tentu menunjukkan sebuah permusuhan atau ketidak-sukaan”. Tapi sebaliknya, perbedaan itu adakalanya mengarah pada satu muara.

Akhirnya, saya dan mereka saling minta maaf karena sama-sama merasa bersalah atas sesuatu yang belum diketahui maksud yang sesungguhnya.

Minggu, 29 Januari 2017

TULISANMU MEMBUATMU HIDUP SELAMANYA

"Menulis pada dasarnya semudah berbicara. Namun, banyak
sekali orang dari berbagai profesi yang piawai dalam berbicara, namun gagal dan menyerah kalau diminta untuk menulis."
>>>> 

#ini_materi_WhorkShop_tadi pagi Ahad tanggal 29 Januari 2017 berempat di Aula Rumah Jabatan Bupati Kutai Timur di Pusat Perkantoran Bukit Pelangi Sangatta.
 >>>
Akupun merasakn hal seperti itu, terkadang susah menemukan Sumber Ide dan Gagasan.
Aku harus belajar untuk bisa !
Ayoooo,,,Tulislah apa yg kita baca dan Bacalah apa yg kita tulis.
Tulis>>>Baca, Baca>>>Tulis !



Senin, 23 Januari 2017

BERMAKMUM DI BELAKANG KYAI




KH. Ahmad Basyir AS., alm. KH. Ishomuddin AS.
dan alm. Drs. KH. A. Warits Ilyas.
Masjid Jamik Annuqayah pasca direhab total.
Masjid Jamik Annuqayah pra direhab.
Rindu kami padamu, Annuqayah
Adalah rindu padang sabana
Ketika musim labuh tak kunjung tiba
Dan pucuk-pucuk mayang tak mengalirkan nira

Rindu kami padamu, Annuqayah
Adalah rindu awak bahtera
Yang meniti resah sepanjang kembara
Sebelum angin tenggara menghantarnya ke ujung dermaga.

Rindu kami padamu, Annuqayah
Adalah rindu bintang gemintang di pucuk cakrawala
Ketika langit mengaburkan warna
Dan matahari enggan menerakan cahaya.

Wahai,
Bagaimana kami sanggup menelan getir rindu
Sementara jejak kami terpahat abadi
Di sepanjang lintasan antara Latee – Lubangsa
Antara Sawajarin dan Nirmala
Bagaimana bisa kami melupakan sejarah
Di mana kami merenda hari-hari melaburkan usia
Memaknai hidup dalam setiap jengkal nafas
Dan kegamangan jatidiri.

Masih terasa di cupu hati
Segar aroma bunga tembakau
Harumnya tanah yang dibasahi hujan pertama di penghujung kemarau
Dan sedapnya nasi jagung dengan lauk ikan asin dan ulam daun kelor.

Ingin rasanya mengulang lagi masa-masa indah di sana
Mencuci dan mandi di Sumber Daleman
Begadang sepanjang malam di bawah bulan
Bercerita dan bergelak tawa tak kenal bosan
Melinting rokok beraroma menyengat sambil ngopi bergantian
Dan setiap pagi diam-diam mengintip para santriwati yang melintas di kejauhan
Bagaimana mungkin segala kenangan bisa terlupa
Sementara air sumur yang kami minum langsung dari timba
Mengalirkan rindu di seluruh darah
Menjadi sumsum yang bermekaran di tulang belulang
Menjadi daging yang menyemerbak di seantero badan
Menjadi nafas yang mewangi di sepanjang kehidupan
Menjadi ruh yang menebar aroma dupa di relung-relung penghambaan.

Bagaimana mungkin perjalanan waktu dapat menghapus sejarah
Padahal huruf-huruf Al-Qur’an telah terpatri dalam di di hati kita
Mengguratkan asma Allah di palung-palung jiwa
Setiap dini hari kita dibangunkan rinai merdu kalam ilahi
Yang setia mendesau di antara mimpi dan bulir embun pagi
Saban hari kita duduk bersama menyimak lafad-lafad kitab
Yang dibaca para kyai
Menjelang senja kita pun bersiap diri di musholla
Menunggu jamaah shalat dimulai dengan dzikir dan bait-bait shalawat.

Wahai,
Kita adalah ma’mum para masyayikh
Di belakang beliaulah kita tegak dalam shaf shaf ibadah.
Ketika beliau bertakbir, kita pun menyambut dengan gempita Allahu Akbar
Membuhulkan Asma Allah di setiap degap jantung dan deru napas
Ketika beliau berdiri, kita pun tegak dalam kesigapan hati
Bersiap melaksanakan da’wah yang diajarkan Rasulullah
Hingga di batas kekuatan raga
Ketika beliau ruku’ kita pun menunduk merendahkan hati
Betapa segala kekuatan dan kepercayaan diri
Betapa selaksa kekuasaan dan prestasi
Hanyalah titipan di bawah keagungan Robbul Izzati
Ketika beliau i’tidal, kita kembali berdiri
Sembari mengenali jati diri, merumat potensi, mengasah kemampuan naluri
Lalu memanfaatkan segala daya untuk penghambaan semata.
Ketika beliau sujud
Kita pun rebah dalam kefanaan diri
Kepala yang kita banggakan di tempat paling tinggi
Tersungkur hina menyuruk dalam ke bumi

Waktu menjadi hening
Ruang menjadi kosong
Segenap daya menjadi tumbang
Bahkan diri pun menjadi hilang
Tiada ada
Tiada daya
Tiada upaya
Hanya Allah
Hanya Allah
Hanya Allah

Ketika beliau salam
Kitapun bersalam
Menabur senyum
Menebar kedamaian
Betapa agama ini adalah rahmat
Sehingga tak perlu disampaikan lewat hardik kasar dan pentungan
Sehingga tak perlu dipaksa lewat caci maki dan bakar-bakaran.

Wahai,
Kita adalah ma’mum para masyayikh Annuqayah
Sejak jadi santri kita telah dipedomani, telah diteladani
Tetapi mengapa kita hendak mufaroqoh dari jamaah ini?
Padahal ulama-ulama baru yang tampil di TV
Tak lebih dari selebriti yang memperjual-belikan agama dengan materi
Padahal ulama-ulama baru yang mengobral hadits dan ayat suci
Tak lebih dari para penghafal Qur’an yang sekedar pandai berorasi
Padahal ulama-ulama baru yang mengaku pejuang sunnah
Tak lebih dari sekedar para pelakon yang memanfaatkan Islam sebagai asesoris
Belum tentu yang hitam jidatnya lebih khusu’ sholatnya
Belum tentu yang lebat jenggotnya lebih tawadhu’ hatinya
Belum tentu yang cingkrang celananya lebih diterima amalnya
Belum tentu yang getol memperjuangkan khilafah lebih murni niatnya
Belum tentu yang menuduh bid’ah dan kafir pada kita lebih diridhai Allah ibadahnya.

Wahai,
Kita adalah ma’mum para masyayikh
Di belakang beliaulah, kita setia mengikut
Rakaat-rakaat shalat dari takbir hingga salam terakhir
Tapi kini, setelah pendidikan kita tamat
Terkadang merasa lebih alim dari kyai
Hanya lantaran menguasai berbagai ilmu
Mengapa kita dengan lantang berani menepuk dada
Padahal sejatinya kita hanya gumpalan darah, daging dan tulang belulang tanpa makna
Gerangan ilmu setinggi apakah yang hendak kita sombongkan?
Gerangan amal sebanyak apakah yang hendak kita andalkan?
Padahal kita belum punya iman seteguh Abu Bakar
Yang setia mengikut lampa Rasulullah hingga di akhir usia
Kita belum punya himmah perjuangan setegar Umar bin Khatthab
Yang setia menjadi perisai Nabi hingga di akhir hayat
Kita belum punya kedermawanan semisal Utsman bin Affan
Yang hartanya tak habis dibagikan hingga kini
Kita belum memiliki tingkat keilmuan setinggi Ali bin Abi Thalib
Yang saking pandainya dijuluki kunci dari khazanah ilmu Rasulullah
Kita belum punya keperwiraan sekukuh para pejuang Badar dan Uhud
Yang rela menumpahkan darahnya demi tegaknya Islam li’ilaai kalimatillah
Kita belum punya semangat dakwah sekuat Kyai Syarqawi Al-Quddusi
Yang rela berkelana dari satu daerah ke daerah lainnya untuk menyebar agama
Kita belum setekun kyai Ilyas Syarqawi yang dengan telaten mengajari para santri
Kita belum segigih Kyai Abdullah Sajjad yang rela darahnya membasahi pertiwi
Demi tegaknya NKRI
Bahkan kita belum seteguh pendirian Kyai Warits Ilyas
Yang lurus antara yang diucapkan dan apa yang dilakukan
Bahkan sungguh,
Kita belum seistiqomah Kyai Ahmad Basyir AS
Yang setia menjadi imam sholat dari dulu hingga usia udzur
Yang ketidakhadirannya di musholla menjadi tanda
Betapa sakit beliau sudah sedemikian parahnya.

Wahai,
Kita adalah ma’mum para kyai Annuqayah
Beruntunglah kita yang sempat menjadi santri
Karena setiap di sepertiga malam kita cukup mengucap amin
Para kyailah yang menjamin bahwa kita didoakan
Setiap malam
Dalam setiap munajat
Tanpa kita sadari, kita telah banyak berhutang budi
Kyai tak pernah rela membiarkan orang lain menjadi imam shalat jamaah
Bukan karena tak punya wakil
Atau tak percaya pada yang lain
Melainkan karena i’tiqad mulia beliau
Ingin mendoakan langsung para santrinya di waktu istijabah
Karena beliau ingin memperhadapkan santrinya langsung pada Allah
Dalam ruku’ dan sujud yang diimaminya sendiri.
Seolah-olah beliau hendak berkata:
“Ya Allah, inilah santri-santri hamba
Inilah ma’mum-ma’mum hamba, ridhailah kiranya”

Wahai,
Bagaimana kita akan dapat melunasi hutang-hutang sengsara ini
Kepada para kyai,
Sementara setiap munajat, setiap doa-doa
Terus mengalir tanpa henti, tanpa kita sadari.

Lalu bagaimana mungkin
Kita keluar dari ikatan jamaah ini
Sementara diam-diam kita khawatir bahwa timbunan dosa akan merejamkan kita di neraka
Dalam harap yang tersisa
Kiranya tangan-tangan kyai akan menggapai jemari kita
Seperti tangan-tangan para rasul yang perkasa mengangkis umatnya.
====


Puisi Abdul Latif Anwar, dibacakan pada acara IAA Oktober 2016 di Uala As-Syarkowi.
Youtube liat di :

https://www.youtube.com/watch?v=kQsGPjkE6eo




Minggu, 22 Januari 2017

PELAJARAN HIDUP YANG TIDAK KITA DAPATKAN DI BANGKU KULIAH



Bisa menikmati kesempatan di bangku kuliah di perguruan tinggi tentunya sebuah kebanggan, karena tidak semua orang bisa merasakanya.
Pada saat masa-masa kuliah bisa dijadikan ajang atau kesempatan seseorang untuk mengembangkan diri seseorang.

Melalui bangku kuliah juga, seseorang bisa mendalami ilmu yang diminati, bergaul dengan teman dari berbagai latar belakang, belajar lebih mengenal diri sendiri, dan masih banyak hal lain yang bisa dimaksimalkan saat masih menyandang predikat mahasiswa.

Beberapa kampus memang dinilai mampu melahirkan nama-nama besar, hal itu tidak berlebihan ketika banyak orang tua bekerja keras mati-matian dengan harapan anak-anaknya bisa menikmati bangku kuliah.
Tidak hanya itu saja, konon katanya dengan memiliki pengalaman pendidikan hingga bangku kuliah juga menurut sebagian orang diyakini bisa membuat seseorang lebih mudah memperoleh pekerjaan dengan gaji yang tinggi.

Apalagi untuk anda yang bercita-cita ingin jadi PNS, Karyawan Perusahan, dl. maka ijazah bergelar sarjana perguruan tinggi menjadi syarat mutlak untuk beberapa posisi/jabatan tinggi.

Namun, tahukah anda bahwa diluar kelebihan-kelebihan diatas, ternyata kampus tidak lantas lunas mampu memberikan semua yang kita butuhkan sebagai bekal hidup di masa depan.
Ada beberapa hal-hal yang sebenarnya sangat kita butuhkan dalam hidup, tapi tak bisa kamu dapatkan di bangku perkuliahan. Apa saja pelajaran-pelajaran hidup itu ? Yuk, simak satu per satu !

Berikut ini Pelajaran Hidup yang Tidak Akan Kamu Dapatkan di Bangku Kuliah :
#1. Pembelajaran di kelas tidak mengajarkanmu cara berkembang dengan cepat. Kemampuan komunikasi dan kelihaian bekerja hanya bisa kamu pelajari lewat persaingan dunia kerja yang ketat.
Baik mahasiswa yang individualis atau mereka yang terbiasa bekerja dengan kelompoknya terbukti bisa sama-sama sukses di kampus. Kemampuan komunikasi atau bekerja sama dengan orang lain tidak jadi isu yang begitu penting. Padahal, yang terjadi di dunia nyata justru sebaliknya.
Tugas-tugas kantor mengharuskanmu bisa bekerja dalam tim. Misalnya, seorang staf marketing tak bisa begitu saja menentukan strategi marketing yang paling cocok untuk perusahaan. Sebuah keputusan baru bisa diambil setelah proses diskusi panjang dengan staf lain yang terlibat, persetujuan dari atasan, hingga akhirnya diputuskan. Demi bisa melewati proses ini dengan lancar, kemampuan komunikasi adalah yang kamu andalkan. Intinya, baik gaya bicara, sikap, dan kemampuan mengontrol emosi diri harus benar-benar diperhatikan.

#2. Gelar setinggi langit tak serta merta mengajarkanmu soal kepekaan. Hanya dari interaksi di tempat kerja kamu akan belajar bagaimana caranya menjaga perasaan.
Saat kuliah kamu merasa bisa bebas menjadi dirimu sendiri. Kamu bisa lugas menegaskan apa yang kamu suka dan tidak disukai. Ketika mendapat tugas kelompok, kamu juga punya kesempatan untuk menghindari teman-teman yang tidak membuatmu merasa nyaman.
Namun, hidup dalam lingkungan sosial yang lebih luas mendidikmu untuk belajar menahan diri. Kecil kemungkinan kamu bisa memilih tim kerja yang kamu sukai lantaran hal itu biasanya sudah ditetapkan perusahaan. Kamu seharusnya siap menghadapi berbagai karakter rekan-rekan kerjamu. Sementara, menjaga sikap dan tutur katamu pun sudah jadi hal yang wajib karena dari situlah mereka akan menilai dirimu.

Pasca Yudisium di Kampus,
Gladi Bersih dan Saat Wisuda di GSG Bukit Pelangi
#3. Tak ada pelajaran kuliah yang mengajarimu cara praktis mengatur pengeluaran. Saat kekurangan uang dengan rekening yang pas-pasan, barulah kamu akan belajar bertahan.
Setelah lulus dan hidup mandiri, salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi adalah mengatur keuanganmu. Tentang bagaimana menyeimbangkan pemasukan dan pengeluaran. Menghitung gaji lalu menyesuaikannya dengan berbagai kebutuhan yang tidak bisa tidak dipenuhi. Kamu pun sekuat-kuatnya berusaha menyisihkan uang demi bisa punya tabungan. Walaupun terdengar tidak mudah, ‘matang’ secara finasial adalah tuntutan di usia dewasa.

#4. Hidup ternyata bukan soal tujuan. Tapi proses panjang di baliknyalah yang akan menempamu agar berkembang.
Sistem belajar di kampus membiasakan kita berorientasi pada nilai. Kadang, ketika hasil ujian tak cukup memuaskan, kita akan merasa kecewa atau bahkan sedih. Kondisi ini bisa jadi membuatmu cenderung ambisius, terlalu fokus pada tujuan tapi tak menikmati proses. Kamu boleh jadi dapat nilai bagus tapi tak lekat-lekat meresapi ilmu yang kamu pelajari.
Lepas dari kampus menjadikanmu sadar bahwa hidup tak selalu soal tujuan atau target. Menghadapi berbagai tugas dari bos meyakinkanui bahwa setiap hari adalah proses belajar dan kesempatan bertumbuh jadi pegawai sekaligus pribadi yang lebih baik. Bahkan, kamu pun belajar untuk selalu siap menghadapi kemungkinan gagal yang bisa datang kapan saja. Yang pasti, sekali dua kali jatuh tak lantas menghentikan langkahmu, kamu akan bergegas berlari dan melanjutkan perjalananmu.

#5. IPK tinggi tidak menjamin keberhasilanmu. Tapi, justru koneksi dan jejaring luaslah yang akan membantu.
Jika saat kuliah pertemananmu hanya berkutat di lingkungan jurusan atau fakultas, tentu akan berbeda setelah lulus. Pasalnya, kamu butuh menjalin pertemanan yang lebih luas – dengan lebih banyak teman dari berbagai latar belakang. Yang pasti, kelak saat mencari pekerjaan atau merintis bisnis, kamu akan menyadari pentingya koneksi tersebut.

#6. Kamu tak boleh bergantung pada orang lain. Kawan akan datang dan pergi. Satu-satunya yang bisa kamu harapkan adalah dirimu sendiri.
Semua orang berproses dengan kehidupan mereka masing-masing, termasuk teman-temanmu. Dulu, saat masih kuliah, banyak hal yang kalian bisa lewati bersama. Mengerjakan tugas, makan siang, nongkrong sepulang kuliah; kebersamaan ini harus diakui menjadikan beban hidupmu sedikit terasa lebih ringan.
Namun, keadaan akan 180 derajat berubah ketika satu-persatu temanmu lulus. Mereka mulai melanjutkan hidup ke jenjang selanjutnya; mulai menjajal berbagai lowongan pekerjaan, melanjutkan kuliah S2, S3 atau justru memutuskan untuk segera menikah. Bukan berarti tak lagi peduli satu sama lain, tapi masing-masing individu memang harus memperjuangkan hidupnya sendiri. Kita pun sudah seharusnya mulai berjuang sendiri demi masa depan diri kita masing-masing.

#7. Sikap rendah hati dan kemauan untuk belajar tak lantas tumbuh saat kamu mengikuti perkuliahan. Mereka hanya akan kamu dapatkan lewat pengalaman nyata di lapangan.
Sebagai lulusan Jurusan Sastra yang bekerja di bidang jurnalistik, ilmu-ilmu tentang kesusastraan ternyata tak seberapa digunakan. Menulis berita dan artikel dengan teman-tema populer justru memaksamu memperdalam wawasan dan kemampuan tata bahasa. Jika saat kuliah kamu terbiasa menulis dengan gaya bahasa yang ilmiah dan cenderung kaku, pekerjaan menuntutmu lebih luwes dengan berbagai gaya penulisan.
Yang pasti, proses belajar tidak begitu saja berhenti setelah sah menyandang gelar sarjana. Memasuki dunia kerja berarti memulai proses belajarmu kembali. Bukan lewat buku-buku perkuliahan atau catatan dari dosen, kamu justru belajar dari tugas-tugas yang didelegasikan atasan padamu. Misalnya, ketika didaulat menulis tentang fenomena kemacetan Jakarta, kebutuhan mencari dan menyusun data adalah proses belajar yang secara tak langsung kamu lakoni.

#8. Hanya lewat interaksi sehari-hari kamu mampu membedakan antara kawan dan lawan. Lewat cara inilah kamu bisa bertahan di tengah persaingan.
Ketika masih kuliah, kamu dengan mudah melabeli satu persatu temanmu. Dia yang selalu iri ketika nilaimu ternyata lebih baik dari nilainya bukanlah teman. Kawan adalah dia yang selalu menyemangatimu saat ujian, atau dia yang selalu berbaik hati meminjamkan catatan.
Sementara, yang terjadi di dunia kerja justru jauh berbeda. Bahkan, teman dan lawan akan sangat sulit dibedakan. Rekan kerja yang setiap makan siang selalu menemani dan jadi teman mengobrol, bisa jadi saingan terberatmu. Mungkin, dialah yang menjadikanmu gagal mendapat promosi lantaran prestasinya ternyata lebih baik darimu.
Apakah hal ini salah? Tentu tidak. Setiap orang berhak berjuang secara profesional untuk karirnya. Kamu pun selayaknya bisa berlaku dewasa dengan tidak membiarkan urusan pekerjaan mempengaruhi pertemanan kalian.

#9. Senioritas tak akan membantumu untuk maju. Kerja keras dan kegigihan adalah dua hal yang akan menentukan kesuksesanmu.
Dalam budaya pergaulan di kampus dikenal istilah senior dan junior. Adik tingkat sebagai junior terdidik menghormati kakak tingkat atau senior yang biasanya lebih tua atau lebih dahulu mengenyam pendidikan di kampus. Merekalah yang sedikit banyak membantu mengenalkan dunia kampus padamu – saat perlu meminjam buku atau ingin bertanya tentang karakter dosen-dosen pembimbing misalnya.
Namun, sistem ini tentu tak berlaku di dunia kerja. Usia bukanlah patokan yang menentukan siapa yang seharusnya lebih dihormati atau dianggap senior. Maganer-mu di kantor bisa jadi usianya lebih muda darimu dan hal itu sah-sah saja. Yang pasti, semangat kerja dan perjuangannya bisa jadi lebih besar darimu lantaran posisi dan pencapaian juga jauh di atasmu.

#10. Di bangku kuliah, kamu hanya akan gelisah saat salah mengerjakan soal ujian. Namun di dunia kerja nanti, kamu perlu belajar bahwa kesalahan tak boleh membuatmu menyerah dalam kegagalan.
Nilai ujian yang jelek atau saat tak bisa menjawab pertanyaan dosen di kelas mungkin membuatmu terlihat tidak pintar. Tapi, dunia kerja menjadikan kesalahan sebagai sesuatu yang justru berharga. Kesalahan atau kegagalan justru menunjukkan usahamu yang terus-menerus. Misalnya, seorang entrepreneur yang beberapa kali bangkrut justru akhirnya bisa menemukan bidang usaha yang paling sesuai untuk digelutinya.

Dari uraian di atas :
Sudah cukupkah bekal yang kita punya untuk menjejak dunia yang sebenarnya dengan bekal pengetahuan selama di bangku kuliah ?
Jika belum, jangan jadikan dirimu takut, ya!.
Tak ada pilihan lain kecuali mempersiapkan dirimu mulai sekarang demi masa depanmu kelak!

Sabtu, 21 Januari 2017

Kisah Tahir: Dulu Miskin, Sekarang Kaya Raya, dan Jadi Orang Dermawan di Tingkat Dunia



Jangan salah, Di Indonesia, ternyata ada seorang pria yang termasuk sebagai orang paling dermawan di dunia yang sudah tergabung dalam klub “Giving Pledge”.

Siapa Pria itu yang dimaksud?

Ia adalah pria berumur 61 tahun bernama Tahir. Dirinya juga termasuk orang terkaya di Indonesia ke-12 versi majalah Forbes.
Ia bercerita kisah hidupnya dari anak juragan becak di Surabaya, bikin perusahaan di Jakarta sempat bangkrut, sampai akhirnya sukses memimpin Grup Mayapada.
Kegemarannya saat ini adalah menyumbang, karena menurutnya dengan memberikan sumbangan itu berarti kita bukan hanya menyelamatkan orang lain tapi juga menyelamatkan diri sendiri.
Simak ceritanya di sini :

Bisa diceritakan bagaimana filosofi hidup Anda?

Spirit saya itu sebagai pendaki. Tidak ada henti, satu demi satu gunung kita daki. Sampai Tuhan mengatakan stop dan kita finish. Dalam perjalanan banyak faktor yang mempengaruhi prinsip. Saya lahir di keluarga tidak mampu. Akibatnya 2 arah, arah tidak baik saya bisa jadi gangster, jadi maling, kalau arah baik saya akan memperhatikan yang tidak mampu. Hidup ini ada sinergi antara rasional dan emosional
Sinergi ini yang kita sebut out of life. Misalnya saya pulang ke rumah, emosional lebih banyak daripada rasional. Kalau dagang rasional lebih banyak. Sinergi ini positif, itu bisa plus Rp 1 juta sampai plus Rp 1 triliun. Kalau negatif bisa minus Rp 1 juta, minus Rp 1 triliun.
Ini sebetulnya hidup. Suka duka pasti. Bagaimana kita jadikan yang negatif jadi positif, yang kurang baik benahin supaya jadi baik.

Katanya dulu hidup bapak susah ya?

Saya dulu inang-inang. Sebelum menikah saya sudah kerja. Ibu kasih uang Rp 700 ribu saya pakai untuk belanja barang impor. Saya ikut Faya Tour supaya saya tahu Singapura di mana. Ke singapura, orang melancong saya cari barang, mulai dari mainan anak kecil, kaos, rok wanita, ikat pinggang, album dan lain-lain.
Nah pas di (Bandara) Kemayoran barang itu saya acak-acak seperti kayak turis bawa oleh-oleh. Saya bawa ke Surabaya, saya jual lagi. Dulu itu kan barang impor susah nyarinya.
Saya jualan 2-3 tahun lah. Modal keberanian. Bahasa inggrisnya cuma ngerti, ‘how much’ dan ‘discount’. Tapi itu sudah cukup untuk bisa dagang jadi inang-inang.
Sampai lulus SMA itu saya yang termuda. Kalau ada orang yang mengatakan satu kelas sama Tahir dia pasti lebih tua. Saya SD itu lulus 10 tahun, 17 tahun sudah lulus mulai kerja. Sekolah satu semester di sipil, diterima kedokteran di Kaohsiung, hanya dua bulan ayah saya sakit dan saya pulang, pulang itu jadi inang-inang.

Dulu sebelum Mayapada jadi seperti sekarang ini awalnya bagaimana?

Dulu dealer Suzuki itu Mayapada, dealer ini titik balik saya. Jadi kami dealer di Jakarta, saya buka perusahaan tahun 83 sampai 87. Jadi ada 2 main dealer, salah satu bangkrut. Pikiran saya saya jadi agen tunggal bisa sukses.
Tapi mungkin Anthony Salim punya pemikiran lain, dia buka kesempatan pada banyak pihak jadi dealer, saya jadi bangkrut. Showroom kita sama sewanya dengan showroom lain berbeda.
Nah, begitu tutup orang yang kredit sama saya nggak bayar. Saya punya hidup yang paling down adalah tahun itu. Saya utang itu cukup banyak. Kursnya itu US$ 15 juta. Saya melunasi utang itu tanpa kurang satu sen beserta bunga-bunganya.
Kita bangkrut tahun 87-88. Kita recover tahun 90-an. Akhirnya lunas juga itu utang.

Sekarang aset bapak punya berapa banyak?

Aset yang terbesar itu saya adalah saya masih hidup. Orang punya triliun rupiah banyak 0-nya. Kalau 0 dikurangi nggak apa-apa. Kalau 1-nya dihilangkan baru itu kenapa-kenapa. Karena angka satu itu adalah dirinya sendiri.

Bagaimana ceritanya anda bisa menikah dengan putri konglomerat Mochtar Riady sang bos Grup Lippo?

Saya dijodohkan. Saya orang nggak punya apa-apa, dia anak orang kaya, saya dikenalin orang tua. Sempat minder juga.
Tidak bisa disangka tanpa pak Mochtar saya nggak mungkin seperti sekarang. Itu adalah fakta. Saya tahun ini 40 tahun jadi menantu. Belum pernah saya dapat satu sen pun dari pak Mochtar, atau dikasih kesempatan bisnis dari Pak Mochtar. Saya satu-satunya anggota keluarga Mochtar Riady yang sudah menikah saya pisah. Tidak di Lippo Group.
Setelah menikah satu minggu saya ke kantor dia, saat itu masih jadi Presiden Direktur Panin Bank. Saya datang, dia tegaskan sama saya. Mantu itu tidak boleh tinggal di dalam keluarga, waktu itu saya masih 22 tahun. Sebagai anak muda saya jawab simple. Oke.
Saya nggak mikir seperti sekarang, kalau sekarang mikir lebih jauh kenapa mungkin policy keluarga atau apa, saingan bisnis atau apa. Dulu saya pikir oke-oke aja. Bukan satu pukulan. Kalau sekarang bisa saya pikir banyak. Oke itu lah memuat perjalanan hidup ini beda.

Awalnya jadi hobi beri sumbangan itu dari mana?

Saya ngasih-ngasih udah lama. Bagi saya begini, mengasih sesuatu bukan hal istimewa dan sangat terkecuali. Itu adalah bagian hidup kita, konstruksinya. Itu tidak bisa dipisahkan. Saya tidak mau diilustrasikan bahwa jam ini kamu pengusaha, jam ini philantropist. Tidak ada jaminan tidak ada pagi sore, tidak ada musimnya. Itu adalah bagian dari Tahir ini.
Saya nggak bisa karena lagi senang nih lagi cuan, terus saya keluar uang banyak buat sumbangan, tidak begitu. Atau sekarang lagi rugi, jangan dulu kasih sumbangan. Saya tidak mengatakan demikian. Ini tanggung jawab saya. Ini bukan CSR, Kalau CSR ditentukan dibuat satu hukumnya aturannya. itu bagian hidup saya. Itu perjalanan hidup. Kapanpun. Nggak bisa dipisahkan. Nggak ada jamnya.
Satu hari ada kasih tahu saya, di setopan green garden ada adik kakak jualan susu kacang. Itu umum di Jakarta, Yang nggak umumnya, banyak orang kasihan kepada kakak adik ini. Ada orang yang berhenti di stopan, susu kacangnya Rp 500 uangnya Rp 10.000, dia bilang kembaliannya nggak usah.
Tapi anak ini nggak mau, dia bilang Pak saya bukan pengemis, saya hanya jualan. Kalau bapak mau beli berikan uangnya, kalau nggak mau beli uangnya saya kembalikan. Cerita ini yang menginspirasi saya. Something special nih.
Saya inget saya punya anak laki-laki satu yang lahirnya di istana. Jadi saya minta staff saya saya cari alamat mereka. Datang ke kampung-kampung ketemulah anak ini. Dia tinggal di satu kamar ada 4 anak dan orang tua, tidur di lantai.
Saya tanya kenapa kamu ayahnya nggak jualan. Dia bilang dia tabrakan di Medan, benturan di kepala jadi malamnya dia nggak bisa tidur, jadi dibikinin susu kacangnya. Pagi si anak jualan tapi dia (bapaknya) nongkrong di ruko-ruko itu, kalau jualannya sudah habis dia supply lagi.
Singkat cerita, saya tanya kamu biaya keluarga berapa dia bilang Rp 700 ribu. Saya kasih Rp 700 ribu, tapi syaratnya anaknya nggak boleh jualan lagi. Kerja sama saya anaknya. Pagi sekolah siang kerja sama saya. Saya punya cabang di Mayapada. Kebetulan anak perempuan saya masih jadi manager di sana.
Nah orang Mayapada ini bingung, dua anak ini harus dikasih kerjaan apa. Saya bilang tiap hari selama dua jam mereka kerjakan PR saja habis itu suruh pulang.
Ini cerita terus berlanjut. Satu hari saya didatangi kakak adik ini, sekarang sudah lulus dan diterima di kedokteran Ukrida. Kakaknya di sipil. Uang daftarnya 120 juta. Saya bilang istri saya, dia bilang gini “nanti biaya sekolahnya juga mahal, buku kedokteran juga mahal.”
Saya bilang gini, aduh waktu kecil saya ingin jadi dokter tapi nggak kesampaian. Saya datang ke Ukrida ketemu rektornya. Saya minta discount dong. Dikasih diskon Rp 20 juta, dibayar Rp 100 juta. Luar biasa tapi anak ini, Ternyata dia tidak pernah minta uang ke saya. Satu lulus dan praktek. Filosofi saya, itu adalah berkah yang di atas, sehingga saya bisa mengambil bagian dalam kebaikan.
Kebaikan itu adalah berkah yang kita syukuri. Sehingga kita merasa tidak kehilangan uang. Kalau kita berbuat baik kepada orang yang mungkin saya tidak dapat balasannya, tapi mungkin balasannya ke anak saya, ke cucu saya. Kebaikan itu tidak harus dibalas dengan uang, mungkin ke anak, cucu jadi berkah.

Nggak takut uangnya habis pak?

Saya di Abu Dhabi. Tanda tangan sama Bill Gates sumbang US$ 100 juta. Ada Dubes untuk RI di Uni Emirat Arab namanya Salman, dia tanya saya Pak Tahir hari ini kehilangan uang US$ 100 juta. Saya bilang saya hari ini merasa paling senang. Saya jelaskan, bayangkan saya orang Surabaya hari ini saya bilang saya sudah berikan sedikit untuk bangsa saya. Nggak semua orang bisa mendapatkan kesempatan seperti ini.
Dia menambahkan yang menginspirasi saya, dia bilang saya menyaksikan hari ini ada putra Indonesia yang bukan minta-minta, yang bareng ke luar negeri membantu negara sendiri. Dahulu kita selalu minta-minta tolong dibantu, Saya menyaksikan bahwa kita punya orang sendiri. Mampu berdiri dan mengatakan ke orang asing, mari kita bantu orang Indonesia.

Itu bisa menyumbang ke Bill Gates ceritanya gimana?

Februari tahun lalu saya kedatangan orang Amerika Serikat (AS) ke kantor. Dia dari Bill Gates Foundation. Saya ngobrol sama dia, dia bilang kita punya match plan. Kalau you mau keluar US$ 1 dia mau tambah US$ 1.
Saya bilang untuk siapa? Dia bilang ya kita bisa diskusi. Saya bilang saya mau untuk Indonesia. Lalu berunding 75% untuk Indonesia, 25% untuk dunia. Saya melihat, individual satu per satu. Kalau penjabat daerah pemerintahan daerah ada program yang konkrit. Saya bilang saya hanya mau beberapa bidang bencana, kemiskinan, pendidikan, kesehatan dan konflik etnis.
Sebenarnya yang menarik itu waktu itu orang AS datang, sebelumnya dia sudah bertemu salah satu orang terkaya Malaysia dan cuma dapat US$ 5 juta dari Berjaya Group. Lalu dia tanya jumlahnya berapa, saya cuma mau ngagetin dia saja. Saya mau ngomong satu juta dolar, saya jadi bilang seratus juta dolar, karena bahasa Inggris saya kurang bagus. Waktu saya cerita Pak Menko (Agung Laksono) saya certakan dan dia tertawa.
Saya pikir kan untung. Jadi US$ 200 juta, 75% kan US$ 150 juta, jadi kita menarik umpan lebih US$ 50 juta masuk sini. Dia kaget. Karena dia dari Malaysia cuma dapat 5 juta. Pas ke Indonesia itu 100 juta. Sebulan kemudian Bill Gates tulis sama saya pribadi. Dia bilang dia pengen ketemu bulan depan.
Kita harus sosialisasikan Bill Gates spirit. Kenapa? Kita biasa di Indonesia atau di negara mana saja kalau kita bantu itu pasti ada kembalinya. Begini, kalau kita langsung ke bapak ini, langsung dia bilang terima kasih kan saya merasakan itu terima kasih. Atau saya bantu orang tidak kenal. Tapi saya tahu di dalam hati dia pernah ingat dia pernah ketemu saya.
Kalau masuk ke prevention itu nggak ada orang yang mengapresiasi. Ada orang seperti Bill Gates yang bekerja di bidang itu, itu luar biasa sekali pak. Pencegahan itu tidak ada orang yang terimakasih. Karena tidak secara langsung.
Kalau ada orang sakit polio lalu diobatin baru terima kasih, ini enggak ada penyakitnya kok. Saya kagum ke Bill Gates bukan karena uangnya. Bill Gates dia mau masuk ke satu wilayah dia yang dia tidak akan mendapatkan apresiasi.
Ada orang yang secara diam-diam mau keluar uangnya untuk sesuatu yang luar biasa. Saya belajar. Itu luar biasa. Karena saya ikut di polio fund, saya baru dalam tahap belajar.

Sumbangan ke Jokowi itu gimana pak, banyak yang bilang ada maksud tertentu?

Saya tidak melihat individual satu per satu. Kalau penjabat daerah pemerintahan daerah ada program yang konkrit boleh. Saya kenal beliau sejak di Solo, dia waktu itu mau jadi gubernur. Pak saya minta satu hal. Saya tidak akan pernah minta satu fasilitas pun. Itulah untungnya saya jadi tidak ada beban, saya tidak pernah kasus BLBI, tidak pernah pinjam uang pemerintah, dan tidak pernah terlibat proyek pemerintah.
Banyak orang menyumbang saat terjadi bencana, ramai-ramai diliput media. Padahal yang paling penting itu pasca bencana, psikologisnya. Itu biayanya jauh lebih besar. Di seluruh dunia begitu, semua nggak ada urusannya kalau bencana selesai. Mereka terlantar.
Maka dari itu korupsi harus betul-betul ditangani karena merugikan. Korupsi harus dihapus ada 3 syarat mutlak. Sistem diperbaiki, media dibuka, kesejahteraan ditingkatkan. Kalau tiga ini tidak ada, itu omong kosong korupsi bisa diberantas.
Oleh karena itu saya tidak yakin korupsi yang ada di Tiongkok itu bisa dikurangi. Memang pemerintahannya itu galak nangkepin orang, tapi medianya makin lama makin ditutup itu nggak bisa. Salah satu penanggulangan korupsi itu media dibutuhkan. Ini tiga sinergi yang harus diperbaiki.
Contohnya begini, kalau kesejahteraan tidak bagus nanti misalnya PNS pulang ke rumah anaknya sakit dia habiskan uang. Uang habis cari pinjaman, kalau pinjaman mentok, akhirnya jual barang. Kalau sudah habis barang dijual ini bahaya. Jangan sampai Jabatan dijual karena ini no limit. Sistem harus diperbaiki, media dibuka.

Ada tips bekerja atau berbisnis supaya sukses seperti bapak?

Saya kok tidak merasa orang kerja keras rajin itu bisa kaya raya itu saya nggak merasa. Orang kerja keras jujur integritasnya itu cukup untuk dia basic need-nya itu dipenuhi. Di atas itu 80% itu adalah rejeki dari yang di Atas. Misalnya Bill Gates drop out dari Harvard, itu karena satu siklus yang membuat dia bisa maju.
Menurut saya tidak ada formula yang mengatakan orang itu harus begini bisa kaya itu nggak. Yang bisa kita kerjakan itu kerja keras jujur, integritas ini yang paling penting yang kita miliki. Di atas itu sudah terserah (pasrah). Hidup ini adalah rock climber. Gunung itu saya daki terus tinggi. Old soldier never die.
Bagaimana, setelah membaca kisah dan perjuangan dari orang yang teramat sangat dermawan bernama Tahir diatas?
Jika anda sudah mendapatkan manfaat dan inspirasi dari kisah Tahir sang dermawan , silahkan anda bagikan dan ceritakan tulisan ini ke teman-teman anda, semoga yang membaca dari kisah ini ikut mendapatkan manfaat dan inspirasinya.
Amiiin..