Bisa
menikmati kesempatan di bangku kuliah di perguruan tinggi tentunya sebuah
kebanggan, karena tidak semua orang bisa merasakanya.
Pada
saat masa-masa kuliah bisa dijadikan ajang atau kesempatan seseorang untuk
mengembangkan diri seseorang.
Melalui
bangku kuliah juga, seseorang bisa mendalami ilmu yang diminati, bergaul dengan
teman dari berbagai latar belakang, belajar lebih mengenal diri sendiri, dan
masih banyak hal lain yang bisa dimaksimalkan saat masih menyandang predikat
mahasiswa.
Beberapa
kampus memang dinilai mampu melahirkan nama-nama besar, hal itu tidak
berlebihan ketika banyak orang tua bekerja keras mati-matian dengan harapan
anak-anaknya bisa menikmati bangku kuliah.
Tidak
hanya itu saja, konon katanya dengan memiliki pengalaman pendidikan hingga
bangku kuliah juga menurut sebagian orang diyakini bisa membuat seseorang lebih
mudah memperoleh pekerjaan dengan gaji yang tinggi.
Apalagi
untuk anda yang bercita-cita ingin jadi PNS, Karyawan Perusahan, dl. maka
ijazah bergelar sarjana perguruan tinggi menjadi syarat mutlak untuk beberapa
posisi/jabatan tinggi.
Namun,
tahukah anda bahwa diluar kelebihan-kelebihan diatas, ternyata kampus tidak
lantas lunas mampu memberikan semua yang kita butuhkan sebagai bekal hidup di
masa depan.
Ada
beberapa hal-hal yang sebenarnya sangat kita butuhkan dalam hidup, tapi
tak bisa kamu dapatkan di bangku perkuliahan. Apa saja pelajaran-pelajaran
hidup itu ? Yuk, simak satu per satu !
Berikut
ini Pelajaran Hidup yang Tidak Akan Kamu Dapatkan di Bangku Kuliah :
#1. Pembelajaran di kelas
tidak mengajarkanmu cara berkembang dengan cepat. Kemampuan komunikasi dan
kelihaian bekerja hanya bisa kamu pelajari lewat persaingan dunia kerja yang
ketat.
Baik
mahasiswa yang individualis atau mereka yang terbiasa bekerja dengan
kelompoknya terbukti bisa sama-sama sukses di kampus. Kemampuan komunikasi atau
bekerja sama dengan orang lain tidak jadi isu yang begitu penting. Padahal,
yang terjadi di dunia nyata justru sebaliknya.
Tugas-tugas
kantor mengharuskanmu bisa bekerja dalam tim. Misalnya, seorang staf marketing
tak bisa begitu saja menentukan strategi marketing yang paling cocok untuk
perusahaan. Sebuah keputusan baru bisa diambil setelah proses diskusi panjang
dengan staf lain yang terlibat, persetujuan dari atasan, hingga akhirnya
diputuskan. Demi bisa melewati proses ini dengan lancar, kemampuan komunikasi
adalah yang kamu andalkan. Intinya, baik gaya bicara, sikap, dan kemampuan
mengontrol emosi diri harus benar-benar diperhatikan.
#2. Gelar setinggi langit
tak serta merta mengajarkanmu soal kepekaan. Hanya dari interaksi di tempat
kerja kamu akan belajar bagaimana caranya menjaga perasaan.
Saat
kuliah kamu merasa bisa bebas menjadi dirimu sendiri. Kamu bisa lugas
menegaskan apa yang kamu suka dan tidak disukai. Ketika mendapat tugas
kelompok, kamu juga punya kesempatan untuk menghindari teman-teman yang tidak
membuatmu merasa nyaman.
Namun,
hidup dalam lingkungan sosial yang lebih luas mendidikmu untuk belajar menahan
diri. Kecil kemungkinan kamu bisa memilih tim kerja yang kamu sukai lantaran
hal itu biasanya sudah ditetapkan perusahaan. Kamu seharusnya siap menghadapi
berbagai karakter rekan-rekan kerjamu. Sementara, menjaga sikap dan tutur
katamu pun sudah jadi hal yang wajib karena dari situlah mereka akan menilai
dirimu.
|
Pasca Yudisium di Kampus, Gladi Bersih dan Saat Wisuda di GSG Bukit Pelangi |
#3. Tak ada pelajaran kuliah
yang mengajarimu cara praktis mengatur pengeluaran. Saat kekurangan uang dengan
rekening yang pas-pasan, barulah kamu akan belajar bertahan.
Setelah
lulus dan hidup mandiri, salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi
adalah mengatur keuanganmu. Tentang bagaimana menyeimbangkan pemasukan dan
pengeluaran. Menghitung gaji lalu menyesuaikannya dengan berbagai kebutuhan
yang tidak bisa tidak dipenuhi. Kamu pun sekuat-kuatnya berusaha menyisihkan
uang demi bisa punya tabungan. Walaupun terdengar tidak mudah, ‘matang’ secara
finasial adalah tuntutan di usia dewasa.
#4. Hidup ternyata bukan
soal tujuan. Tapi proses panjang di baliknyalah yang akan menempamu agar
berkembang.
Sistem
belajar di kampus membiasakan kita berorientasi pada nilai. Kadang, ketika
hasil ujian tak cukup memuaskan, kita akan merasa kecewa atau bahkan sedih.
Kondisi ini bisa jadi membuatmu cenderung ambisius, terlalu fokus pada tujuan
tapi tak menikmati proses. Kamu boleh jadi dapat nilai bagus tapi tak
lekat-lekat meresapi ilmu yang kamu pelajari.
Lepas
dari kampus menjadikanmu sadar bahwa hidup tak selalu soal tujuan atau target.
Menghadapi berbagai tugas dari bos meyakinkanui bahwa setiap hari adalah proses
belajar dan kesempatan bertumbuh jadi pegawai sekaligus pribadi yang lebih
baik. Bahkan, kamu pun belajar untuk selalu siap menghadapi kemungkinan gagal
yang bisa datang kapan saja. Yang pasti, sekali dua kali jatuh tak lantas
menghentikan langkahmu, kamu akan bergegas berlari dan melanjutkan perjalananmu.
#5. IPK tinggi tidak
menjamin keberhasilanmu. Tapi, justru koneksi dan jejaring luaslah yang akan
membantu.
Jika
saat kuliah pertemananmu hanya berkutat di lingkungan jurusan atau fakultas,
tentu akan berbeda setelah lulus. Pasalnya, kamu butuh menjalin pertemanan yang
lebih luas – dengan lebih banyak teman dari berbagai latar belakang. Yang
pasti, kelak saat mencari pekerjaan atau merintis bisnis, kamu akan menyadari
pentingya koneksi tersebut.
#6. Kamu tak boleh
bergantung pada orang lain. Kawan akan datang dan pergi. Satu-satunya yang bisa
kamu harapkan adalah dirimu sendiri.
Semua
orang berproses dengan kehidupan mereka masing-masing, termasuk teman-temanmu.
Dulu, saat masih kuliah, banyak hal yang kalian bisa lewati bersama.
Mengerjakan tugas, makan siang, nongkrong sepulang kuliah; kebersamaan ini
harus diakui menjadikan beban hidupmu sedikit terasa lebih ringan.
Namun,
keadaan akan 180 derajat berubah ketika satu-persatu temanmu lulus. Mereka
mulai melanjutkan hidup ke jenjang selanjutnya; mulai menjajal berbagai
lowongan pekerjaan, melanjutkan kuliah S2, S3 atau justru memutuskan untuk
segera menikah. Bukan berarti tak lagi peduli satu sama lain, tapi
masing-masing individu memang harus memperjuangkan hidupnya sendiri. Kita pun
sudah seharusnya mulai berjuang sendiri demi masa depan diri kita masing-masing.
#7. Sikap rendah hati dan
kemauan untuk belajar tak lantas tumbuh saat kamu mengikuti perkuliahan. Mereka
hanya akan kamu dapatkan lewat pengalaman nyata di lapangan.
Sebagai
lulusan Jurusan Sastra yang bekerja di bidang jurnalistik, ilmu-ilmu tentang
kesusastraan ternyata tak seberapa digunakan. Menulis berita dan artikel dengan
teman-tema populer justru memaksamu memperdalam wawasan dan kemampuan tata
bahasa. Jika saat kuliah kamu terbiasa menulis dengan gaya bahasa yang ilmiah
dan cenderung kaku, pekerjaan menuntutmu lebih luwes dengan berbagai gaya
penulisan.
Yang
pasti, proses belajar tidak begitu saja berhenti setelah sah menyandang gelar
sarjana. Memasuki dunia kerja berarti memulai proses belajarmu kembali. Bukan
lewat buku-buku perkuliahan atau catatan dari dosen, kamu justru belajar dari
tugas-tugas yang didelegasikan atasan padamu. Misalnya, ketika didaulat menulis
tentang fenomena kemacetan Jakarta, kebutuhan mencari dan menyusun data adalah
proses belajar yang secara tak langsung kamu lakoni.
#8. Hanya lewat
interaksi sehari-hari kamu mampu membedakan antara kawan dan lawan. Lewat cara
inilah kamu bisa bertahan di tengah persaingan.
Ketika
masih kuliah, kamu dengan mudah melabeli satu persatu temanmu. Dia yang selalu
iri ketika nilaimu ternyata lebih baik dari nilainya bukanlah teman. Kawan
adalah dia yang selalu menyemangatimu saat ujian, atau dia yang selalu berbaik
hati meminjamkan catatan.
Sementara,
yang terjadi di dunia kerja justru jauh berbeda. Bahkan, teman dan lawan akan
sangat sulit dibedakan. Rekan kerja yang setiap makan siang selalu menemani dan
jadi teman mengobrol, bisa jadi saingan terberatmu. Mungkin, dialah yang
menjadikanmu gagal mendapat promosi lantaran prestasinya ternyata lebih baik
darimu.
Apakah
hal ini salah? Tentu tidak. Setiap orang berhak berjuang secara profesional
untuk karirnya. Kamu pun selayaknya bisa berlaku dewasa dengan tidak membiarkan
urusan pekerjaan mempengaruhi pertemanan kalian.
#9. Senioritas tak akan
membantumu untuk maju. Kerja keras dan kegigihan adalah dua hal yang akan
menentukan kesuksesanmu.
Dalam
budaya pergaulan di kampus dikenal istilah senior dan junior.
Adik tingkat sebagai junior terdidik menghormati kakak tingkat atau senior
yang biasanya lebih tua atau lebih dahulu mengenyam pendidikan di kampus.
Merekalah yang sedikit banyak membantu mengenalkan dunia kampus padamu – saat
perlu meminjam buku atau ingin bertanya tentang karakter dosen-dosen pembimbing
misalnya.
Namun,
sistem ini tentu tak berlaku di dunia kerja. Usia bukanlah patokan yang
menentukan siapa yang seharusnya lebih dihormati atau dianggap senior. Maganer-mu
di kantor bisa jadi usianya lebih muda darimu dan hal itu sah-sah saja. Yang
pasti, semangat kerja dan perjuangannya bisa jadi lebih besar darimu lantaran
posisi dan pencapaian juga jauh di atasmu.
#10. Di bangku kuliah, kamu
hanya akan gelisah saat salah mengerjakan soal ujian. Namun di dunia kerja
nanti, kamu perlu belajar bahwa kesalahan tak boleh membuatmu menyerah dalam
kegagalan.
Nilai ujian yang jelek atau saat tak
bisa menjawab pertanyaan dosen di kelas mungkin membuatmu terlihat tidak
pintar. Tapi, dunia kerja menjadikan kesalahan sebagai sesuatu yang justru
berharga. Kesalahan atau kegagalan justru menunjukkan usahamu yang
terus-menerus. Misalnya, seorang entrepreneur yang beberapa kali
bangkrut justru akhirnya bisa menemukan bidang usaha yang paling sesuai untuk
digelutinya.
Dari
uraian di atas :
Sudah
cukupkah bekal yang kita punya untuk menjejak dunia yang sebenarnya dengan
bekal pengetahuan selama di bangku kuliah ?
Jika belum, jangan jadikan dirimu takut, ya!.
Tak ada pilihan lain kecuali mempersiapkan dirimu mulai sekarang demi masa
depanmu kelak!