Lantas, bagaimana
dengan orangtua yang menelantarkan anaknya, mengabaikan hak anak memperoleh
pendidikan dari orangtuanya? .
Beberapa ancaman
yang diterima orangtua seperti itu. Pertama, bisa berupa ancaman dunia. Kalau
orangtua tidak bisa mendidik anak dengan benar, maka anak yang tadinya nikmat
dan anugerah Allah swt, bisa berubah menjadi fitnah atau ujian. Kedua,
orangtua, baik ayah maupun ibu, tentu akan ditanya oleh Allah, terkait dengan
anak. Kenapa? Karena anak adalah titipan Allah, nikmat dari Allah, dan seluruh
kenikmatan yang kita terima akan dipertanyakan oleh Allah kelak. Kemudian,
terancam tidak masuk surga, bila orangtua tidak cemburu pada anak. Maksudnya,
ketika melihat anak berbuat maksiat, atau istri berbuat maksiat, dibiarkan
saja, tidak ada kecurigaan atau kecemburuan untuk meluruskannya.
Ketika anak
disia-siakan, tidak dididik dengan baik, maka yang paling bertanggungjawab
adalah orang yang paling menyia-nyiakan anaknya itu, yang tidak peduli pada
anak-anaknya. Ini bisa jadi ayahnya atau ibunya. Tapi tentu, yang menentukan
apakah orangtua gagal atau berhasil dalam mendidik anak adalah Allah swt.
Kewajiban ayah dan ibu, hanya sebatas melaksanakan hal-hal yang diperintahkan
oleh Allah, yaitu serius dalam memutaba’ah kegiatan anak, serius dalam
menyayangi, serius dalam memerhatikan. “Kalau semua sudah dijalani, walaupun
anaknya enggak bener, insya Allah, ayahnya tidak dikatakan gagal atau tidak
bertanggungjawab.”
contoh Nabi Nuh, beliau
tidak dikatakan gagal. Kenapa? Karena Nuh sudah berdakwah siang dan malam,
sudah menunaikan tugasnya semaksimal mungkin, meskipun anak dan istrinya tetap
memilih jalannya, tidak mau beriman kepada Allah.
Berlaku seumur hidup
Ketika anak yang
diasuh dan dididik sedari kecil mencapai usia dewasanya, kemudian dia menikah,
orangtua merasa itulah saat di mana semua tanggung jawab dan kewajiban terhadap
anak yang selama ini dipikulnya selesai pula. Cukup sering kita mendengar
pernyataan yang dilontarkan orangtua saat anaknya melangkah ke pelaminan, “Alhamdulillah,
sudah selesai kewajiban saya, anak saya sudah berumahtangga...” Memang, ketika
anak menikah, gugur pula kewajiban orangtua terhadap anak, tapi itu tidak
seluruhnya. “Kewajiban memberi nafkah selesai sampai di situ, tapi kewajiban
menasehati, memutaba’ah (memonitor), mendidik, mendakwahi, memberikan tausiyah,
itu terus, sampai seumur hidup. jangankan sama anak, sama orang lain pun kita
wajib berdakwah,”
Makanya, dalam Islam,
tidak ada kata berhenti untuk mendidik anak, sekalipun anak itu sudah menikah
dan berada dalam tanggung jawab orang lain.
=====
Ditulis Oleh : Moh.
Tamzi, S.Pd.I (Guru MIN. 1 Kutai Timur)
Disampaikan pada
acara “Pembabagian Raport” Semester Ganjil pada Jum’at 16 Desember 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar