Selasa, 20 Desember 2016

PENDIDIKAN ANAK DISERAHKAN KE IBU DAN SEKOLAH ??





Baik ayah maupun ibu sama-sama memikul tangg
ung jawab untuk mendidik anak-anaknya, mengantarkan mereka menjadi hamba Rabbani yang mampu memenuhi segala tuntutan hidup yang datang pada dirinya.
Tetapi, bagaimana kiranya jika ayah menyerahkan sepenuhnya urusan pendidikan anak ini kepada sang ibu, dengan alasan waktu yang dia miliki sudah banyak tersita di luar rumah untuk mencari nafkah, sehingga tidak ada waktu yang tersisa untuk mengurus dan mendidik anak-anak.
Bahkan yang lebih ekstremnya lagi, sang ayah merasa sudah cukup dengan menyerahkan anak-anak ke sekolah-sekolah ternama, misalnya, untuk dididik oleh guru-guru yang berpengalaman. Fenomena ini tak jarang kita saksikan, atau juga kita alami sendiri, dalam kehidupan kita sehari-hari.
Bila kondisi sang ayah yang mempunyai kewajiban mencari nafkah akhirnya lebih banyak berada di luar rumah, seringkali sang ibulah yang kemudian menjadi pihak yang paling “bertanggungjawab” atas pendidikan anak, dan menempatkan posisi ayah hanya sebagai pengawas, atau polisi, yang muncul sesekali sebagai penegak hukum.
Karena itu, sekalipun sang ayah sudah memenuhi kewajibannya mencari nafkah, hal itu tidak serta merta menggugurkan kewajibannya dalam mendidik anak, sehingga dia dapat menyerahkan semua urusan pendidikan anak ini hanya kepada sang ibu. “Tetap, intinya antara ayah dan ibu harus saling bekerjasama. Peran keduanya tidak bisa dilepaskan begitu saja dalam pendidikan anak,”
Begitu pula bila urusan pendidikan anak diserahkan ke sekolah. Kewajiban mendidik anak, yang utama jelas terletak pada kedua orangtua, ayah dan ibu. Bukan pada sekolah, madrasah, pesantren atau lembaga pendidikan lainnya.
Keberadaan lembaga pendidikan sesungguhnya lebih bersifat sekadar membantu. Pendidikan yang sebenarnya tetap berasal dari orangtua. “Jangan sampai juga orangtua jatuh pada pemahaman yang salah mengenai sekolah, “saya sudah bayar, kenapa anak saya masih bodoh, kenapa anak saya belum hafal Al-Quran, kenapa anak saya tidak bisa matematika?”
Pemikiran macam ini jelas tidak benar. Sebab harus ada sinkronisasi antara tugas orangtua dan tugas guru. “Di sekolah, gurulah yang sekaligus menjadi orangtua. Namun di  rumah, orangtualah yang sekaligus menjadi guru bagi anak-anaknya. Jadi baik di rumah ataupun di sekolah, anak-anak berada dalam suasana madrasi, suasana sekolah, sehingga anak bisa terpantau terus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar