Baik
ayah maupun ibu sama-sama memikul tangg
ung jawab untuk mendidik anak-anaknya,
mengantarkan mereka menjadi hamba Rabbani yang mampu memenuhi segala tuntutan
hidup yang datang pada dirinya.
Tetapi,
bagaimana kiranya jika ayah menyerahkan sepenuhnya urusan pendidikan anak ini
kepada sang ibu, dengan alasan waktu yang dia miliki sudah banyak tersita di
luar rumah untuk mencari nafkah, sehingga tidak ada waktu yang tersisa untuk
mengurus dan mendidik anak-anak.
Bahkan
yang lebih ekstremnya lagi, sang ayah merasa sudah cukup dengan menyerahkan
anak-anak ke sekolah-sekolah ternama, misalnya, untuk dididik oleh guru-guru
yang berpengalaman. Fenomena ini tak jarang kita saksikan, atau juga kita alami
sendiri, dalam kehidupan kita sehari-hari.
Bila
kondisi sang ayah yang mempunyai kewajiban mencari nafkah akhirnya lebih banyak
berada di luar rumah, seringkali sang ibulah yang kemudian menjadi pihak yang
paling “bertanggungjawab” atas pendidikan anak, dan menempatkan posisi ayah
hanya sebagai pengawas, atau polisi, yang muncul sesekali sebagai penegak
hukum.
Karena
itu, sekalipun sang ayah sudah memenuhi kewajibannya mencari nafkah, hal itu
tidak serta merta menggugurkan kewajibannya dalam mendidik anak, sehingga dia
dapat menyerahkan semua urusan pendidikan anak ini hanya kepada sang ibu.
“Tetap, intinya antara ayah dan ibu harus saling bekerjasama. Peran keduanya
tidak bisa dilepaskan begitu saja dalam pendidikan anak,”
Begitu
pula bila urusan pendidikan anak diserahkan ke sekolah. Kewajiban mendidik
anak, yang utama jelas terletak pada kedua orangtua, ayah dan ibu. Bukan pada
sekolah, madrasah, pesantren atau lembaga pendidikan lainnya.
Keberadaan
lembaga pendidikan sesungguhnya lebih bersifat sekadar membantu. Pendidikan
yang sebenarnya tetap berasal dari orangtua. “Jangan sampai juga orangtua jatuh
pada pemahaman yang salah mengenai sekolah, “saya sudah bayar, kenapa anak
saya masih bodoh, kenapa anak saya belum hafal Al-Quran, kenapa anak saya tidak
bisa matematika?”
Pemikiran
macam ini jelas tidak benar. Sebab harus ada sinkronisasi antara tugas orangtua
dan tugas guru. “Di sekolah, gurulah yang sekaligus menjadi orangtua. Namun di
rumah, orangtualah yang sekaligus menjadi guru bagi anak-anaknya. Jadi
baik di rumah ataupun di sekolah, anak-anak berada dalam suasana madrasi,
suasana sekolah, sehingga anak bisa terpantau terus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar